Kamis, 20 Juni 2013

Ular Hitam Di Perut Mbak Lea

Rumahku, suatu hari…
‘ Siapa  mi ? ‘
‘ Budhe Win..
.’ sahut ibuku.

aku bergegas melanjutkan sarapanku. Sampai aku perhatikan wajah ibuku yang resah, aku menghentikan kegiatan menyendok nasi gorengku.

‘ Ada apa mi ? gawat ya ? resah begitu…’
‘ Masih soal mbak Lea, nduk. Mbok coba to, kamu itu main kesana, ngobrol ama mbak Lea, kalian kan seumuran, pasti ngobrolnya bisa enak. Kasian Budhe tuh, udah gak punya cara ngadepin mbakyumu itu..’

InsyaAllah mi, ntar kita kan ketemu di acara nikahan mas Chris. aku berangkat dulu mi, udah
siang ni.
.’ ucapku sembari mencium tangannya dan kedua pipinya.

Budheku emang lagi pusing menghadapi mbak Lea. Sudah sekitar 3 bulan ini mbak Lea jadi aneh, tidak seperti biasanya. Dia seperti seseorang yang kehilangan kendali jiwanya. Itu terjadi setelah dia mengenal kekasih barunya. Begitu cerita semua saudara sepupuku, juga mami. Satu-satunya yang selalu di ajak curhat sama Budhe.

Rumah mas Chris…
Kami bergerombol di sofa paling pojok. Pernikahan kakak sepupuku ini memang cuma di gelar di rumah, hanya keluarga besar saja, sederhana.  Senang sekali rasanya bertemu para sepupu yang sebaya setelah  lama sekali kami jarang ngobrol karena kesibukan masing-masing. Ketawa-ketiwi ckikikan. Ada aja cerita yang bikin kami terkekeh-kekeh. Hingga mbak Anne nyeletuk,

‘ Lea dateng tuh, ama cowoknya...’

Serentak kami berdiri menyambutnya, tersenyum kepada mereka.
Sejenak aku terkesiap.Ya…Tuhan ! Aku melihat ular hitam melilit di perut lelaki itu, juga di perut mbak Lea !!
Elen menjawil lenganku. Kami berpandangan sekilas,. Debar jantungku berdetak lebih cepat dari biasa. Memang diantara kami, aku dan Elen yang memiliki kelebihan aneh ini.

Aku berusaha setenang mungkin. Sebagai yang terakhir disapa, aku berusaha menyiapkan diri. Ku pegang erat tangannya, sebuah ayat ku baca khusyuk dan pelan dalam hatiku. Hanya sekejab mbak Lea memegang tanganku, segera menepiskan, seolah menyadari aku sedang menggertaknya dalam hati.

Dan lelaki itu tersenyum dengan sinis kepadaku, pasti ‘dia’ sadar, aku tahu kehadirannya. Dia tak mau berjabat tangan denganku, hanya mengatupkan dua tangan di depan dada. Aku membalas senyumnya dengan pandangan tajam.  Ada sebersit sinar jahat di matanya saat dia tersenyum kepadaku.

Aku bergegas meninggalkan mereka. Mencari ibu untuk menenangkan perasaan ini. Aku memeluknya begitu ia ku jumpai di dekat meja hidangan. Ibu memandangi wajah pucatku, lalu menuntunku ke kamar sebelah. Aku memeluknya lagi. Beliau menciumi keningku, menggosok punggungku, mencoba menenangkan nafasku yang tak beraturan. Ibu pasti tahu, aku sudah melihat ’sesuatu’. Aku melepaskan pelukan dan menatapnya,

Mi, mungkin firasat budhe benar, dia bukan laki-laki baik-baik, Mi. Aku melihat ular hitam melingkar di perutnya, juga di perut mbak Lea. Kita mesti tolong mbak Lea, Mi...’ lirih aku berkata, dan memeluk ibuku kembali.

Ya Tuhan, bukan aku tidak bersyukur atas karunia ini. Hanya saja, kadang aku merasa takut, ya..takut sekali.

* Tulisan ini pernah dipublish di Kompasiana pada tanggal 5 Nov 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar