Rabu, 19 Juni 2013

Surat Untuk Ayah


Malam berlalu begitu saja, tanpa menyisakan apa-apa, selain sisa-sisa fragmen ketakutan
Nyeri berpusat pada mata yang nyaris tak terpejam semalaman

Getir yang belum mampu digilas waktu
Sekalipun badai hujan berkali-kali datang melunturkan segala debu
Oh, terlalu sulitkah memahami aku?

Lirih rintih bersembunyi di antara bahu yang terguncang perlahan...
Ah, aku seperti anak kucing yang kehilangan induknya, Dad..

Sudah berapa lembar surat yang kutulis untukmu
Terserak dalam kotak rahasia kita

Bacalah...
Aku tahu, aku bodoh jika mencarimu di dalam raga mereka yang datang padaku
Engkau tak pernah kutemukan

Coba beranjak, Dad...
Bukalah tingkap langit
Tengoklah aku sejenak
Aku ingin engkau memelukku, hanya tanganmu
Sungguh aku merindukan saat-saat itu.

6 komentar:

  1. wah..puisinya cantik-cantik kaya penulisnya,

    salam bahagia dan terus berkarya!

    BalasHapus
  2. Put....ini wong Banjar....mungkin juga aku akan kembali ke rumah lamaku......itu juga kalo maaih mau ngeblog dan nulis lagi....

    BalasHapus
    Balasan
    1. entar kalo bener2 balik ke rumah lama, kasih alamat yang bisa kuhubungi ya mbak, love you.

      Hapus
  3. Hmm suka dengan cara penyampaiannya

    BalasHapus