Sabtu, 22 Juni 2013

Perempuan Di Balik Tobong

"Aku tidak suka !"
"Tapi Kang..."
"Kamu harus memilih, kalau kamu memang masih ingin bersamaku..." ujarnya kaku.
"Adakah yang salah dengan semua ini ? Dengan semua yang ada padaku ? "
" Tidak ada..Hanya saja aku tidak suka. Kamu sudah tahu kan ? Aku tidak mau kamu dimiliki orang lain, dinikmati orang lain, jika kamu ingin menjadi milikku kamu harus meninggalkan duniamu. hanya itu saja pilihannya..."
"Menari bagiku tidak hanya sekedar mencari duit, Kang. Aku mencintai ini, sama seperti kepadamu. Bagaimana aku bisa memilih diantara keduanya ?"
"Terkadang kita tidak bisa mendapatkan apa yang kita inginkan secara bersamaan, Sri. Dan aku tahu pasti, Kamu tentu tak pernah bisa meninggalkan duniamu kan ? Aku yang akan pergi. Jaga diri baik-baik. Kita sudahi sampai disini."


Aku hanya bisa diam, tak mampu lagi menakhlukkan kekerasan hatimu. Aku mencintaimu seperti aku mencintai duniaku, dunia seni. Pilihan ini tak kan mudah untukku. Dan nyatanya, kamu memang benar-benar pergi dariku. Tak pernah kembali lagi. Meski di dalam hati aku tetap tak mampu mencerna kehendakmu itu, Kang. Kenapa kau begitu tak menyukai ini.

Seperti kali ini, tiapkali aku menatap bayangan wajahku dicermin, selalu bayangan-bayangan kita yang lalu, muncul berkelebatan seperti slide film. Memaparkan kenyataan yang berbalut pahit, dan tak terelakkan.

"Sri..." seseorang menyentuh pundakku.
Aku menoleh, Kang narji, pemimpin sanggar seni. Tempatku bernaung, mengabdikan diri dan jiwaku. Orang kepercayaan almarhum bapak, untuk tetap melanjutkan hidup sanggar ini. Seseorang yang selalu sabar menantiku, meski dia tahu, sejak dulu, hatiku selalu untuk Kang Pram, Pramudya, hingga detik ini.

"Sudah giliranmu, Sri. Penonton sudah menunggumu..." katanya tersenyum.
"Iya, kang..." aku segera beranjak.

Melangkah pelan menuju panggung. Menarik nafas panjang, dan menghembuskannya perlahan. Di luar sana, gemuruh tepuk tangan dan teriakan penonton sudah menantiku. Menunggu gemulai tanganku menari diiringi lembut gending-gending jawa.

' Ini memang duniaku, dunia yang ku cintai. Warisan terindah yang ku miliki. Meski aku harus merasa sepi di dalam hati.'
Kidung lara, tetembangan luka
Yang tegar ku kumandangkan di dalam jiwa

Kidung cinta, tetembangan duka
Yang setia mengalirkan airmata



Kidung dunia, tetembangan nyata
Yang mampu menyatukan suka berikut lara.


- Terkadang hidup memberikanmu satu pilihan yang teramat sulit untuk menguji ketegaranmu. -

6 komentar:

  1. pilihan yang teramat sulit untuk menguji ketegaran.... hhmmm begitu ya poet

    BalasHapus
    Balasan
    1. he-em mas, ampe mumet si Sri saking bingung e..ekekekeke

      Hapus