"Yakin dengan keputusan itu, Ir ? Sudah kau pikirkan masak-masak semua resikonya ?"
"Iya..." ku jawab dengan sedatarnya
"Kenapa mesti membawa anak-anak juga?"
"Kamu lupa ya...?" kali ini ku tatap matanya tajam.
"Aku dan anak-anak itu satu paket, Ris. Aku adalah mereka dan mereka
adalah aku. Seberapa pun beratnya resiko, aku akan menanggunggnya. Itu
tanggungjawabku "
"Iya, aku tahu...Tapi kenapa mesti secepat ini, mendadak memutuskan.
Tidak adakah sedikit waktu lagi bagi kita untuk mencoba, berusaha"
"Sedikit lagi ? Kamu kira setahun itu waktu yang sebentar untuk ya ? Aku sudah mempersembahkan yang terbaik, dan nyatanya keluargamu tetap
pada putusannya. Aku cukup tahu diri. aku mundur saja."
Kami diam...
Hanya terdengar celoteh anak-anak dari ruang tengah. mereka sedang seru-serunya
main game. Setahun bersamamu sangat berarti Ris. Kamu memang sangat
ideal untukku, bahkan untuk anak-anak. Tapi aku tak sanggup menghadapi
kenyataan, perlakuan keluargamu padaku. Statusku memang menjadi
persoalan, bukan darimu, tapi orang-orang terdekatmu.
Bagaimana aku bisa
menegakkan kepalaku di sampingmu, jika orang-orang di sekitarmu menaruh
cibiran untukku. Tidak diterima...mungkin aku bisa tabah. Setidaknya
selama setahun ini kita mencoba. Tapi tidak untuk dua bocah mungil
milikku. Akan sangat menyakitkan bagi mereka.
Maka pindah adalah keputusan yang terbaik. Menjajal peruntungan karier
di tempat baru. Menapak hari yang baru juga, sekaligus melupakan semua
tentangmu.
"Pulanglah...Kita sudah sama-sama dewasa, Ris. Kita mesti terima
kenyataan. Aku tak ingin bahagia sendiri, sementara orang-orang yang kau
sayangi menyimpan benci padaku, karena mereka juga merasa memilikimu."
"Apa aku sanggup, Ir ? Aku akan sangat kehilangan hari-hari indahku bersamamu dan anak-anak.."
"Kita juga mesti mencoba kan ? ingat Ris, seorang istri itu memang
sepenuhnya milik suaminya, tapi seorang ibulah pemilik anak lelakinya,
selamanya. Kamu akan menyesal jika tak menurutinya."
Kamu menatapku lama sekali. dan aku hanya bisa tertunduk, menyembunyikan
genangan telaga yang hampir meruah. Menggantinya dengan sebuah
senyuman. Mengantarmu ke pintu.
"I'll miss u so much, my Ira " ucapmu lirih,mencium keningku,
lalu berlalu.
Hanya satu senyuman yang mampu ku berikan. Menutup pintu.
Lalu butiran hangat itu segera leleh di pipiku.
Aku bahkan sudah merasa kehilangan dan merindu, ketika aku memutuskan untuk berpisah denganmu.
jadi harus pindah ya, agar bisa melupakan....
BalasHapusiya, supaya blas blas blas, qiqiqi
Hapuspadahal nih, biasanya makin berusaha melupakan itu makin nggak bisa lupa. kecuali dah nemu gantinya....
Hapusmas Choiron apa kabar? sampai di sini juga rupanya
hahaha, ngerti ae sampean ki mbak.
HapusSedih bgt ni cerita :'(
BalasHapushiks hiks hwaaaaa...
Hapuswah, aku baru tahu blognya mbak Val..
BalasHapusbaru kok mas syaiha, hehe
BalasHapus