Jumat, 28 Juni 2013

Luluh

"Yakin dengan keputusan itu, Ir ? Sudah kau pikirkan masak-masak semua resikonya ?"
"Iya..." ku jawab dengan sedatarnya
"Kenapa mesti membawa anak-anak juga?"
"Kamu lupa ya...?" kali ini ku tatap matanya tajam.
"Aku dan anak-anak itu satu paket, Ris. Aku adalah mereka dan mereka adalah aku. Seberapa pun beratnya resiko, aku akan menanggunggnya. Itu tanggungjawabku "
"Iya, aku tahu...Tapi kenapa mesti secepat ini, mendadak memutuskan. Tidak adakah sedikit waktu lagi bagi kita untuk mencoba, berusaha"
"Sedikit lagi ? Kamu kira setahun itu waktu yang sebentar untuk ya ? Aku sudah mempersembahkan yang terbaik, dan nyatanya keluargamu tetap pada putusannya. Aku cukup tahu diri. aku mundur saja."

Kami diam...
Hanya terdengar celoteh anak-anak dari ruang tengah. mereka sedang seru-serunya main game. Setahun bersamamu sangat berarti Ris. Kamu memang sangat ideal untukku, bahkan untuk anak-anak. Tapi aku tak sanggup menghadapi kenyataan,  perlakuan keluargamu padaku. Statusku memang menjadi persoalan, bukan darimu, tapi orang-orang terdekatmu.


Bagaimana aku bisa menegakkan kepalaku di sampingmu, jika orang-orang di sekitarmu menaruh cibiran untukku. Tidak diterima...mungkin aku bisa tabah. Setidaknya selama setahun ini kita mencoba. Tapi tidak untuk dua bocah mungil milikku. Akan sangat menyakitkan bagi mereka.
Maka pindah adalah keputusan yang terbaik. Menjajal peruntungan karier di tempat baru. Menapak hari yang baru juga, sekaligus melupakan semua tentangmu.

"Pulanglah...Kita sudah sama-sama dewasa, Ris. Kita mesti terima kenyataan. Aku tak ingin bahagia sendiri, sementara orang-orang yang kau sayangi menyimpan benci padaku, karena mereka juga merasa memilikimu."
"Apa aku sanggup, Ir ?  Aku akan sangat kehilangan hari-hari indahku bersamamu dan anak-anak.."
"Kita juga mesti mencoba kan ? ingat Ris, seorang istri itu memang sepenuhnya milik suaminya, tapi seorang ibulah pemilik anak lelakinya, selamanya. Kamu akan menyesal jika tak menurutinya."

Kamu menatapku lama sekali. dan aku hanya bisa tertunduk, menyembunyikan genangan telaga yang hampir meruah. Menggantinya dengan sebuah senyuman. Mengantarmu ke pintu.

"I'll miss u so much, my Ira " ucapmu lirih,mencium keningku, lalu berlalu.

Hanya satu senyuman yang mampu ku berikan. Menutup pintu. Lalu butiran hangat itu segera leleh di pipiku.
Aku bahkan sudah merasa kehilangan dan merindu, ketika aku memutuskan untuk berpisah denganmu.

8 komentar:

  1. jadi harus pindah ya, agar bisa melupakan....

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, supaya blas blas blas, qiqiqi

      Hapus
    2. padahal nih, biasanya makin berusaha melupakan itu makin nggak bisa lupa. kecuali dah nemu gantinya....

      mas Choiron apa kabar? sampai di sini juga rupanya

      Hapus
    3. hahaha, ngerti ae sampean ki mbak.

      Hapus
  2. wah, aku baru tahu blognya mbak Val..

    BalasHapus